كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ أَلَا فَزُورُوهَا، فَإِنَّهُ يُرِقُّ الْقَلْبَ، وَتُدْمِعُ الْعَيْنَ، وَتُذَكِّرُ الْآخِرَةَ، وَلَا تَقُولُوا هُجْرً
Kuntu nahaitukum ‘an ziarotil qubur ala fazuruha fainnahu yuriqqul qolba wa tudmi’ul ‘aina wa tudzakkirul akhirota wa la taqulu hujro.
Artinya: “Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, tapi (sekarang) berziarahlah kalian, sesungguhnya ziarah kubur dapat melunakkan hati, menitikkan (air) mata, mengingatkan pada akhirat, dan janganlah kalian berkata buruk (pada saat ziarah).” (HR. Hakim).
Dulu, lanjut Ustadz Adi Hidayat, dirinya mengakui bahwa ziarah kubur itu dilarang. Namun, ziarah kubur itu boleh dan apa yang akan dilakukan pada ziarah kubur yakni kembali lagi adalah mendoakan orang yang sudah meninggal dunia.
Lantas, apa doanya, salam terlebih dahulu seperti ini
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
Assalamu ’Alaikum Ahlad-Diyaar Minal Mu’miniin Wal Muslim, Wa Inna Insyaa Alloohu Bikum La-Laahiquun, Wa As-Alullooha Lanaa Walakumul ‘Aafiyah.
Bahkan Anda sekalipun kepada Nabi di Madinah, ziarah diperbolehkan.